Pages

Thursday, September 25, 2014

Peristiwa-peristiwa agung pada tanggal 10 Muharram


Dalam surah Attaubah ada 4 bulan yang di mulyakan Allah SWT di antaranya bulan Muharam dalam bulan ini terdapat berbagai peristiwa agung yang menjadi Ibrah atau pelajaran bagi umat manusia diantaranya pada tanggal 10 Muharam di namakan sebagai hari Asyura yang berasal dari bilangan Arab ’Asyrah’ berarti sepuluh adalah hari pertama Allah SWT menciptakan alam semesta. Pada hari itu pula untuk pertama kalinya Allah menurunkan hujan. Pada 10 Muharram itu juga Allah menciptakan Arsy Lauhil Mahfudz dan malaikat Jibril.

Pada hari itu pula di catat peristiwa agung di terima taubatnya nabi Adam kepada Allah setelah memakan buah khuldi, pohon terlarang di Surga. Pada tanggal 10 Muharram juga Nabi Idris di angkat oleh Allah kelangit. Nabi Nuh di selamatkan Oleh Allah setelah bumi di tenggelamkan selama enam bulan. Dan Nabi Ibrahim di selamatkan Allah dari pembakaran Namrudz.

Pada tanggal ini juga Allah menurunkan kitab taurat kepada Nabi Musa. Tanggal yang sama ketika Nabi yusup di bebaskan dari penjara dan Nabi Ya’kub di kembalikan kembali penglihatannya, Nabi Ayub di sembuhkan dari penyakit kulitnya serta di keluarkannya nabi Yunus dari perut Ikan Paus selama 40 hari 40 malam.  

Hal yang penuh mukjizat itu juga menjadi saksi terbelahnya laut merah menjadi dua, menyelamatkan nabi Musa dan pengikutnya dari kejaran tentara fir’aun. Pada tanggal 10 Muharam itu juga kesalahan-kesalahan  Nabi Daud di hapuskan Allah, Nabi sulaiman di karuniai kerajaan yang besar dan Nabi Isa AS di angkat ke langit.

Pada tanggal 10 Muharam ini pula terjadi peristiwa duka yang menyayat hati umat Islam yaitu pembantaian sayyidina Husein bin Ali bin Abi Tholib, Cucu kesayangan Rosulullah SAW.  Tragedi ini terjadi ketika Imam Husein bersama rombongannya sedang dalam perjalanan menuju Kuffah untuk memenuhi panggilan rakyat Irak yang berjanji akan membai’atnya sebagai Khalifah menggantikan ayahandanya Ali bin Abi Tholib.

Semula banyak yang tidak setuju dengan kepergiannya, Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar menyarankan agar ia tetap di kota Madinah. Sahabat-sahabat Imam Husein itu masih trauma, karena penduduk kuffah pernah mengkhianati kesetiannya kepada Khalifah Ali bin Abi Tholib.
Keberangkatannya terdengar oleh khalifah Yazid bin Muawiyah. Ia segera memerintahkan pasukannya untuk menghadang rombongan Husein.

Maka berangkatlah 4.000 tentara yang di pimpin oleh ibnu ziyad mencegat rombongan sayyidina Husein yang hannya berjumlah puluhan orang dari kerabat dekat Rosulullah SAW, di sebuah tempat bernama Karbala. Pasukan Ibnu Ziyad melakukan pengepungan dan penyerangan.

Pertempuran yang tidak sebanding pun tak terelakan dan berakhir dengan di bantainya seluruh anggota rombongan  kecuali adik sayyidina Husein bernama Siti Zainab dan keponakannnya Ali Zainal Abidin putra bungsu dari Imam Husein. Yang di kemudian hari melahirkan banyak keturunan yang bersambung kepada beliau diantaranya : Assegaf, Assakran, Al Atas, Alhabsyi, Alidrus, Al Jufri, Al Hadad, Al Munawwar, Al Bahar, Baharun, Banahsan ,bin Syihab dan lain sebagainya bisa dilihat pada Silsilah keturunan Rosulullah dari Sayyidina Husein.

Berkaitan dengan itu ada kelompok yang memperingatinya dengan cara melukai diri, menyayat tubuh sambil berdarah dengan dalih mengenang sayyidina Husein padahal hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.

Rosul mengajarkan agar kita berpuasa sunnah pada tanggal 10 Muharram sabda beliau SAW:
Yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
"Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu." (HR. Muslim, no. 1982)

Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar, dan Aisyah bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya. Sementara Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu pernah menceritakan tentang puasa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
"Aku tidak penah melihat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersemangat puasa pada suatu hari yang lebih beliau utamakan atas selainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan pada satu bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan tentang nilai keutamaannya dalam sabdanya,
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
"Puasa hari 'Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim no. 1975)

Disunnahkan pula untuk menambah puasa Asyura dengan puasa pada hari sebelumnya, yaitu tanggal Sembilan Muharram yang dikenal dengan hari Tasu’a. Tujuannya, untuk menyelisihi kebiasaan puasanya Yahudi dan Nashrani. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata,

“Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa padanya, mereka menyampaikan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.’ Lalu beliau shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan’. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sudah wafat.” (HR. Muslim, no. 1916)

alasan yang paling kuat disunnahkannya puasa hari Tasu’a adalah untuk menyelisihi ahli kitab. Sabda Nabi SAW tentang puasa ‘Asyura,
لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)

Ibnu Hajar rahimahullaah dalam komentar beliau terhadap hadits, “Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan”, Keinginan beliau untuk berpuasa pada hari kesembilan maknanya agar tidak membatasi pada hari itu saja. Tapi menggabungkannya dengan hari ke sepuluh, baik sebagai bentuk kehati-hatian ataupun untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani.